I s m a i l K u s m a y a d i
Hidupkan Ruh Jurnalistik di Sekolah
Hidupkan Ruh Jurnalistik di Sekolah
“Seperti mimpi yang menjadi
kenyataan,” itulah sekutip kata yang terlontar dari Ismail (36) dengan
seseungging senyum bahagia ketika dirinya mampu mewujudkan impiannya. Jika
dalam ugkapan ‘banyak jalan menuju Roma’, namun hanya satu jalan menuju titik
harapan, yakni berusaha. Inilah yang sekiranya menjadi benih-benih semangat
yang di rasakan Ismail saat dirinya kembali menginjakkan kaki di sekolahnya,
yakni SMAN 1 Banjaran. Namun kali ini
ada yang berbeda,
bukan lagi segaram putih abu yang dikenakannya, melainkan seragam seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Yah, seragam seorang guru.
bukan lagi segaram putih abu yang dikenakannya, melainkan seragam seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Yah, seragam seorang guru.
Tahun 2004 menjadi tahun awal pria kelahiran 3 Mei 1976 ini untuk berkarir dan mentransferkan ilmu yang sudah didapatnya setelah meraih gelar sarjana (S1) dari Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2001. Meskipun, Ismail masih bergelar guru honorer, namun itu tak lantas mematahkan semangatnya untuk menjadi guru terbaik dan terfavorit di sekolah tempatnya mengajar. Dia mengabdikan segenap kemampuannya untuk mencetak siswa-siswi yang cerdas, terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia.
Awal tahun pengabdiannya ini, Ismail mulai meneliti lingkungan sekitar tempatnya mengajar. Baginya, rasa-rasanya ada yang kurang lengkap dari sekolah tempatnya mengajar. Yakni, minimnya sarana yang dapat mewadahi karya siswa dan siswi di SMAN 1 Banjaran. Menanggapi hal tersebut, Ayah dari 2 orang putri ini tidak tinggal diam. Kemudian dia mengusulkan ide untuk membentuk wadah yang dapat menampung karya siswa/i di SMAN 1 Banjaran, yakni pembentukan satu organisasi yang akan menghimpun seluruh karya dan kreatifitas siswa dan siswi di sekolah yang beralamat di Jl. Ciapus No. 7 tersebut. “Berawal dari keprihatinan saya terhadap kurangnya media cetak yang menapung karya-karya siswa. Mading di sekolah pun tidak begitu eksis,” ujarnya ketika ditanyai mengenai latar belakang pengusulan pembentukan organisasi.
Pers
Sekolah. Itulah nama organisasi yang berhasil didirikan pada tahun 2006 dan
berhasil di kukuhkan pada Juli 2007. Respons siswa-siswi terhadap pembentukan
organisasi ini menurut Ismail sangat baik. Ini dibuktikan dengan terbentuknya
redaksi yang akan bekerja dalam organisasi ini. Redaksi tersebut dikenal
sebagai angkatan perintis, yang sebagian besar terdiri dari siswa dan siswi
kelas Bahasa.
Tahap
awal pembentukan organisasi ini yakni dengan menerbitkan sebuah buletin yang
bernama Buletin Selasar. Buletin ini pada awalnya hanya dikhususkan untuk
lingkungan SMAN 1 Banjaran saja. “Buletin tersebut di launching pertama
kali pada 5 November 2006 dan terbit setiap bulan.” ujar Ismail menjelaskan
pertama kali buletin Selasar diterbitkan. Kemudian, redaksi yang sudah
terbentuk menginginkan perluasan jangkauan kegiatan dan perekrutan anggota,
sehingga munculah gagasan pempentukan organisasi Pers Sekolah.
Organisasi
ini dapat dikatakan masih muda. Namun dengan usia mudanya ini, organisasi Pers
Sekolah dapat menujukkan taring dan menacapkan tonggak yang kokoh, sehingga
sampai saat ini organisasi ini menjadi salah satu organisasi tereksis di SMAN 1
Banjaran. Ditandai dengan masih banyak peminatnya dan semakin menarik
siswa-siswi untuk berkarya dan kemudian dimuat dan dicetak pada Buletin
Selasar. Disamping itu, dengan masih bergulirnya penerbitan buletin yang
menjadi tonggak keberhasilan organisasi Pers Sekolah ini.
Selain
dari siswa dan siswi, dukungan terhadap organisasi ini mengalir pula dari para
guru dan wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Banjaran. Yakni Drs. Sutono (Wakasek Kesiswaan)
dan Dra. Hj. Nina Herliana (guru bhs. Indonesia/ wakasek humas). Sekolah pun
sampai saat ini menjadi fasilitator utama dalam penerbitan buletin, sehingga
buletin Selasar ini dibagikan secara gratis bagi para siswa dan siswi di SMAN 1
Banjaran.
Menurut guru Bahasa dan
Sastra Indonesia ini, dalam menjalani dan menegakkan organisasi bukan hal
mudah. Ada beberapa kekhawatiran yang dirasakannya. “Pertama, kebijakan Kepala Sekolah yang cenderung berubah setiap
kali ada pergantian. Kedua,
kekuatan organisasi yang telah terbentuk oleh satu kepengurusan, bisa mentah
kembali ketika berganti kepengurusan. Cepatnya pergantian kepengurusan
organisasi ekskul bisa menyebabkan kegiatan organisasi mengalami pasang surut. Ketiga, para pengurus yang sudah terasah dan
kompeten, mau tidak mau, harus meninggalkan sekolah setelah lulus. Sehingga
saya, sebagai Pembina, harus memulainya dari nol lagi. Dalam keadaan seperti
itu, tidak menutup kemungkinan saya pun mengalami kejenuhan atau disibukkan
dengan pekerjaan lain sehingga pembinaan tidak maksimal.” Tuturnya bercerita
ketika ditanyai seperti apa kekhawatiran yang dirasakannya terhadap organisasi
yang didirikannya.
Namun disamping itu
semua, Pers Sekolah masih terus melangkahkan jejaknya dengan penuh semangat.
Sebisa mungkin, terus mempertahankan eksistensinya di bidang tulis menulis dan
jurnalistik. Meskipun, pada dasarnya, belum semua siswa dan siswi tahu tentang
dunia jurnalistik, namun itu tak lantas membuat organisasi ini sepi peminat.
Disamping itu, organisasi ini dengan perlahan memperkenalkan tentang dunia
jurnalisrtik lewat seminar-seminar atau perlombaan yang diadakan sebagai
program kerja bagi pengurus pada tiap tahun kepengurusannya.
Menurut Pembina
oeganisasi pers Sekolah ini mengatakan bahwa organisasi Pers Sekolah sudah
memiliki output yang sudah mulai
terlihat. Diantaranya output ini berupa adanya beberapa alumnus yang aktif di
Pers Sekolah melanjutkan menempuh pendidikan di Jurusan Jurnalistik di
perguruan tinggi, menekuni bidang menulis di Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, dan beberapa orang menjadi tim penulis bersamanya di Komunitas
Siklus.
Harapan terbesar Ismail
bagi organisasi Pers Sekolah adalah terus eksis dan melahirkan ide-ide kreatif
dalam bidang jurnalistik. Sesuai dengan moto Pers Sekolah: Scribo Ergo Sum
(aku menghasilkan tulisan, maka aku ada) diharapkan anggota Pers Sekolah
terus menulis. Itulah yang masih terus bernaung dalam benaknya, dan tak akan
pernah surut.
Jurnalistik,
Bagian Hidup Saya
Ketertarikan Ismail di
dunia jurnalistik sejak dirinya masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD). Saat
karya pertamanya dimuat di surat kabar berbahasa Sunda Galura. “Saya tidak tahu sama sekali tentang
jurnalistik. Baru saat kuliah saya mulai mengenal dunia jurnalistik setelah
ikut seminar dan pelatihan” katanya, bercerita awal mula karirnya di
jurnalistik.
Ketertarikannya di
dunia jurnalistik diawali dengan hobinya menulis. Sudah banyak karyanya yang
telah dimuat dan dipublikasikan di beberapa media massa seperti surat kabar,
majalah, tabloid dan bahkan susdah menerbitkan beberapa buku. Namun, pilihannya
menjadi seorang guru mengalahkan keinginannya untuk menjadi jurnalis. Dan
baginya, cukup hanya menjadi penulis lepas yang akan terus mengisi kolom per
kolom di media massa.
Hanya, satu lagi impiannya
yang ingin diwujudkannya yakni mendirikan Rumah Baca sekaligus tempat berlatih
para siswa/ remaja menulis. Itulah harapannya, setelah sukses mendirikan
organisasi yang bergelut di bidang jurnalistik, dan hidup menjadi bagian dari
junalistik.
Posting Komentar